AYOSURABAYA.COM - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas sangat prihatin dengan masih terjadinya konflik yang mengatasnamakan agama di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Menurut Yaqut, konflik semacam itu bisa dicegah jika masyarakat memiliki pandangan keagamaan yang inklusif.
Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, menjadi sebuah keharusan untuk meminimalisir terjadinya konflik.
Baca Juga: Menag Yaqut Lepas Ekspor Perdana Makanan Siap Saji untuk Jemaah Haji ke Arab Saudi
"Setiap ahli agama semestinya kembali mendalami ajarannya masing-masing dan jika menemukan unsur-unsur yang dapat membahayakan koeksistensi (hidup berdampingan) dan perdamaian di tengah masyarakat harus berani mempertimbangkan tafsir yang baru yang memungkinkan kita semua hidup berdampingan secara damai," tegas Menag Yaqut saat pembukaan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa (2/5/2023).
"Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, mutlak dilakukan sebagai salah satu untuk mencegah konflik," sambungnya.
Menurut Menag, saat ini dunia berada di ambang kekacauan. Ini antara lain ditandai dengan maraknya perang, resesi global, kelangkaan energi dan pangan, serta pertentangan antaragama dan keyakinan di berbagai negara. Sebagai manusia yang dianugerahi akal, kata Menag, seseorang tidak boleh hanya diam tapi harus memilih di bagian mana bisa berkontribusi untuk peradaban.
Baca Juga: Jokowi Mau Datang Jalan Lampung Diperbaiki, Menteri PUPR Pertanyakan Asal Uangnya
"Mari kita kembali melihat agama sebagai sumber ajaran mulia yang memerintahkan kita untuk mengembangkan kebajikan (akhlaqul karimah) dan untuk menjadi berkah bagi semua ciptaan, atau Rahmatan Li al-'Alamin," ujarnya.
Dalam konteks Islam, Menag berharap AICIS ke-22 ini membahas Fikih hubungan muslim dengan non muslim. Gus Men, panggilan akrab Menag, menilai tema ini sangat penting dan menarik. Sebab, relevan dengan apa yang sedang dihadapi saat ini.
"Saya berharap diskusi dalam forum AICIS ini dilakukan secara serius, utamanya Fikih terkait hubungan antara muslim dan non muslim. Fikih tentang status kafir dan non kafir. Sambil terus menggali dan memecah kebekuan Fikih vis a vis realitas sosial untuk dibahas pada forum-forum selanjutnya," sambung Menag.
Baca Juga: Pengertian Terorisme dan Radikalisme: Konsep, Dampak dan Upaya Pemberantasan
Menag juga berharap topik yang dibahas dalam AICIS relevan dan kontekstual dengan kebutuhan. Dikatakannya, dalam agama, ada hal yang bersifat tetap (the unchangeable/ats-tsaabit) dan ada yang berubah (the changeable/al-mutahawwil).
Soal akidah, hukum dan tata cara salat, puasa ramadan, zakat dan haji bersifat tetap. Tetapi soal harta yang wajib dizakati, atau mahram dalam haji, mungkin saja berubah. Ini menunjukkan bahwa fikih sebagai produk ijtihad ulama, bersifat dinamis, tidak statis. Sehingga fikih mampu menjawab persoalan-persoalan baru yang muncul.
Artikel Terkait
Seolah Tak Terima, Gus Yaqut Beri Isyarat Ini Atas Penganiayaan Terhadap Anak Petinggi GP Ansor
Menag Yaqut Lepas Ekspor Perdana Makanan Siap Saji untuk Jemaah Haji ke Arab Saudi
Menag Yaqut Imbau Pemda untuk Akomodir Permohonan Izin Fasilitas Umum Kegiatan Keagamaan
Menag Yaqut Respon Potensi Perbedaan Hari Raya Idul Fitri antara Pemerintah dengan Muhammadiyah
Pemerintah Indonesia Tetapkan 1 Syawal 1444 H Jatuh pada 22 April 2023, Begini Kata Menag Yaqut
Jelang Hari Raya Idul Fitri, Menag Yaqut Imbau Hal Ini pada Masyarakat
Menag Yaqut Ucapkan Selamat Idulfitri, Mari Jalin Persaudaraan dan Kepedulian